Di Hari Pendidikan Nasional STKIP PGRI Ponorogo Ajak Masyarakat “nglaras pendidikan”

Peringatan Hari Pendidikan 2019

Tepat di hari kelahirannya 2 mei menjadi penanda semangat perjuangan pendidikan Indonesia. Soewardi Soerjaningrat nama kecil seorang anak-anak laki pendobrak perkembangan pendidikan kita (Indonesia), nama yang kini justru terkubur oleh nama besarnya: Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan.

Ki Hajar dewantara dijadikan role model wajah pendidikan Indonesia oleh pemerintah. Slogannya “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” erat melekat dalam perbincangan dunia pendidikan di Indonesia. Puncaknya, penempelan “Tut Wuri Handayani” dalam logo Kemendikbud menjadi wujud penghormatan kepada Ki Hajar Dewantara yang dijadikan titik referensial dalam menjalankan roda pendidikan di Indonesia. Namun, sejauh mana bangsa Indonesia memahami sistem didik-mendidik yang dipegang oleh Ki hajar Dewantara? Hal itu, perlu direfleksi kembali.

Sebuah tanda tanya besar perlu dihadirkan dalam alam pikiran kita. Mengapa akhir-akhir ini pendidikan yang berbasis lokalitas kembali digaungkan oleh pemerintah? Apa mungkin, ada yang salah dengan pendidikan kita? Apakah karena pemahaman budaya kita yang salah? Atau malah praktik mendidik yang selama ini dilakukan itu yang perlu dibenahi?

Berbicara tentang dunia pendidikan era sekarang, tentu kita tidak bisa meninggalkan identitas asli bangsa kita. Coba kita telaah dari masalah vitalitas bahasa daerah, berdasarkan survey yang dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, mencatat dari 646 bahasa daerah hanya ada 12 bahasa daerah berstatus aman dari kepunahan (berdasarkan survey tahun 2011-2016). Bagaimana nasib 634 bahasa daerah yang lain?

Barang mutlak, bahasa merupakan salah satu hasil dari budaya yang berabad-abad lalu lahir dari masyarakat. Dan tidak perlu diperbebatkan lagi contoh kasus-kasus lain yang menimpa kebudayaan kita. Tengoklah di sekeliling anda, berapa remaja hingga anak usia sekolah yang masih menikmati megahnya kebudayaan kita? Berapa jumlah anak yang tidak segan bertutur bahasa daerah? Berapa jumlah anak yang bangga dan mengagungkan kebudayaannya sendiri? Dan berapa tempat mendidik yang masih setia memegang prinsip budaya lokal?

Kecerdasan mengolah, menelaah dan membawa di setiap langkah hasil kebudayaan kita (red. budaya lokal) sangat perlu dilakukan di zaman yang serba cepat dan mampat ini. Itulah sebabnya Gerakan literasi Nasional ikut andil menyokong kelestarian budaya dengan mengkategorisasikan satu literasi yang menjadi gerakan nasional yakni literasi budaya. Dengan harapan rasa kecintaan terhadap Tanah ibu pertiwi tidak musnah tergusur arus global yang semakin deras menerjang.

Kembali pada sosok KI Hajar Dewantara, Taman Siswa yang dijadikannya sebagai bentuk perjuangan mewujudkan kemerdekaan Indonesia itu konsisten mempertahankan rasa lokalitas para siswa. Dengan tujuan rasa kedaerahan mereka tidak hilang terjejal bekal ilmu modern, yang memang dibutuhkan untuk bersaing di kancah Internasional. Bisa terbilang sebuah misi untuk mewujudkan seorang yang “Berjiwa Global, Berasa Lokal”.
Lalu, bagaimana sistem Taman Siswa yang digagas KI Hajar Dewantara itu?

Di peringatan Hari Pendidikan Nasional kali ini, STKIP PGRI PONOROGO lewat LPPM STKIP PGRI PONOROGO menggagas acara bertajuk Laras Pendidikan. Acara ini merupakan wujud refleksi wajah pendidikan kita saat ini, serta sebagai anasir nglaras pendidikan yang saat ini menjadi hal vital di Indonesia.

Acara yang mengambil tema “Mengeja Kembali Lokalitas Pendidikan Indonesia sebagai Wujud Pemahaman Literasi Budaya” ini, menghadirkan dua pemantik diskusi yang handal di bidang pendidikan dan kebudayaan. Yang pertama, Rendra Agusta yang merupakan penggagas Sraddha Institute. Kedua, Dr.Sutejo, M.Hum, Ketua STKIP PGRI Ponorogo sekaligus praktisi di dunia pendidikan yang telah banyak makan garam di dunia pendidikan Indonesia.Kami berharap acara ini mampu mengubah wajah pendidikan kita ke arah pendidikan yang memeluk kembali budaya lokal di masing-masing tempat kita. Seiring, kerelaan para pelaku pendidikan yang tergerak mengeja kembali cita-cita pendidikan Indonesia untuk nglaras pendidikan Indonesia di Kampus Literasi (STKIP PGRI PONOROGO) tercinta ini, kami percaya bahwa nglaras pendidikan adalah salah satu upaya terbaik untuk mewujudkan Pendidikan Indonesia yang berwawasan global dan berpijak pada lokalitas.

lppm

Author lppm

More posts by lppm

Join the discussion 3 Comments

Leave a Reply