Kegiatan pengabdian pada masyarakat dosen STKIP PGRI Ponorogo tahun 2017

Bicara tentang Ponorogo rasanya tidak lengkap jika tidak membahas tentang budayanya. Kabupaten yang terkenal sebagai kota Reyog ini ternyata memunyai sejarah panjang tentang perjalanan budaya. Siapa sangka, ternyata Ponorogo tidak hanya melulu tentang Reyog. Berbagai seni budaya lainnya, semisal jaranan, gajah-gajahan, dan drama tradisional (ketoprak) juga turut mewarnai lembaran sejarah kebudayaan Ponorogo.
Hingga kini, pertunjukan seni Reyog, jaranan, dan gajah-gajahan masih dapat dinikmati masyarakat, namun seni drama tradisional (ketoprak) seolah kehilangan tempat di panggung budaya Ponorogo. Eksistensinya kian meredup dan terlupakan. Padahal, di era 1970 sampai awal 1990an, seni yang satu ini sempat digandrungi dan menjadi primadona hiburan masyarakat. Penampilannya selalu dirindukan dan ditunggu-tunggu.
Mencermati fakta yang demikian, STKIP PGRI Ponorogo sebagai salah satu perguruan tinggi yang peduli akan kebudayaan lokal mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat yang dikemas dalam kegiatan “Pelatihan penyusunan naskah drama tradisional dan pementasannya melaui pendekatan sosio-budaya sebagai upaya melestarikan warisan leluhur dan pengembangan pariwisata di Ponorogo. Kegiatan tersebut dilaksanakan mulai medio Juni hingga akhir Agustus 2017.
Menurut tim pengabdi, sasaran peserta dari kegiatan tersebut adalah siswa-siswi SMA sederajat dari berbagai sekolah di Ponorogo, sejumlah 30 peserta. Mereka dipilih karena dianggap mampu memutus mata rantai ketidaktahuan akan budaya tradisional. Selain itu, siswa pada jenjang SMA juga lebih mudah dalam mengakuisisi budaya.
Dalam kegiatan tersebut, tim pengabdi mengkombinasikan berbagai metode pelatihan seperti tutorial, outbond edukatif, demonstrasi, dan bermain peran. Hal ini dilakukan agar pelaksanaan kegiatan tidak terkesan monoton. Selain itu, kombinasi metode pelaksanaan juga memungkinkan peserta untuk aktif terlibat. Ketua pengabdi, Syamsudin Rois, M.Pd. mengatakan bahwa kegiatan pelatihan dan pementasan ini menggandeng sejumlah mitra, diantaranya SMK Global IT, Dinas Pariwisata Kab. Ponorogo, dan praktisi/budayawan.
Dengan panduan dari para pengabdi dan mitra, di akhir pelatihan peserta mampu menyusun naskah drama tradisional sebanyak lima naskah. Semua naskah tersebut diangkat dari fakta sejarah tentang budaya di Ponorogo. Hal ini tentu patut diapresiasi, karena sebagai generasi muda, mereka telah berperan dalam menjaga keberadaan seni drama tradisional.
Rangkaian kegiatan pelatihan dengan pendanaan dari Kemenristek-Dikti tahun anggaran 2017 tersebut diakhiri dengan pementasan salah satu naskah yang ditulis para peserta. Kali ini, naskah yang dipentaskan berjudul Tanah Perdikan. Kisah ini berlatar belakang perjuangan masyarakat Ponorogo sewaktu melawan Belanda pada masa kemerdekaan. Pementasan diselenggarakan di Gedung Kesenian Ponorogo.
Yoga, salah satu peserta yang memerankan tokoh dalam naskah mengaku sangat senang dan termotivasi untuk manjadi pelaku seni drama tradisional. Menurutnya, banyak nilai positif yang terkandung dalam kegiatan tersebut. Melaui kegiatan ini, dirinya bersama pemeran lain belajar banyak hal tentang nilai kehidupan, sekaligus sejarah kebudayaan di Ponorogo.

lppm

Author lppm

More posts by lppm

Leave a Reply